Pencerah
Berkorban untuk suatu tujuan
Ada seorang pelajar yang akan menempuh ujian. Pelajar tersebut juga sangat suka menonton pertandingan sepak bola. Kebetulan saat itu adalah musim pertandingan sepak bola piala Eropa.Waktu ujian semakin dekat sementara kesiapan menghadapi ujian belum memadai. Akhirnya dia cenderung untuk menonton bola timbang belajar untuk persiapan ujian. Padahal bagi seorang pelajar yang diutamakan adalah belajar. Akhirnya ia ujian tanpa persiapan. Bisa ditebak hasil ujiannya… Ya.. “jeblok”
Ada kisah lain, ada sebuah keluarga miskin di kampung. Namun orang tuanya berpikiran maju. Mereka berpikir jauh ke depan.. mereka bersusah payah mengumpulkan uang untuk dana pendidikan anak-anaknya. Ia rela hidup dalam rumah sederhana walaupun sebenarnya ia bisa membangun rumah yang lebih baik, namun pendidikan lebih ia utamakan. Ia rela makan dengan menu yang sederhana agar anak-anaknya bisa sekolah. Di sisi lain ada sebuah keluarga yang hampir sama. Sama-sama bersusah payah untuk mencari nafkah untuk kebutuhan rumah tangga. Bedanya, keluarga ini tidak mengutamakan bagaimana supaya anak-anaknya bisa sekolah. Uang yang didapatkan dari hasil usahanya hanya sekedar buat makan enak dan membagusi rumah.
Dalam jangka waktu 10 tahun salah satu anak dari keluarga yang pertama tadi telah berhasil menduduki jabatan penting dalam sebuah perusahaan sebab ketika sekolah anaknya menjadi mahasiswa yang berprestasi sehingga ketika lulus langsung ditawari untuk menduduki sebuah jabatan oleh perusahaan tersebut. Anaknya pun bisa meneruskan cita-cita orang tuanya dengan menyekolahkan adik-adiknya. Sementara keluarga yang kedua keadaaannya tetap saja kayak gitu, tidak ada perubahan. Anak-anaknya kerja serabutan karena tidak dibekali pendidikan yang memadai. Kerjanya adalah kerja kasar.
Kisah di atas adalah kisah klasik yang mungkin masih relevan dengan kehidupan sekarang. Bagi orang tua yang mempunyai penghasilan tinggi mungkin biaya sekolah tidak terlalu menjadi beban. Tapi bagi mereka para orang tua yang hidup di kampung yang profesinya sebagai petani, adalah suatu beban yang cukup berat sehingga kalau anaknya bisa berhasil dan lebih baik dari dirinya adalah prestasi yang luar biasa.
Untuk mencapai tujuan kita harus berkorban. Berkorban berarti merelakan kesenangan kita sekarang untuk meraih tujuan besar di masa yang akan datang. Semakin besar pengorbanan, semakin besar pula peluang mencapai keberhasilan. Beda lho hasil yang didapatkan dengan bersusah payah dengan yang bersantai-santai. Hasil yang didapatkan dengan susah payah, kita lebih enak menikmati. Begitu juga dengan rizki, rizki yang berasal dari keringat sendiri, kita lebih puas menikmati dibanding dengan rizki yang berasal dari orang lain yang tidak melalui pengorbanan. (Jangan dikaitkan dengan budaya Indonesia yang suka gratisan ya, karena jawabannya pasti enak yang gratisan…)
Lain halnya dengan menjadi korban, yang berarti ia menjadi obyek penderita atau mengalami sesuatu yang tidak kita kehendaki atau sesuatu yang tidak mengenakkan. Banyak hal yang jika kita tidak mau berkorban kita akan menjadi korban seperti kisah yang saya sampaikan di atas.
Ada sebuah pantun yang tetap familiar dari dulu hinga sekarang.
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Besenang-senang kemudian
Langganan:
Postingan (Atom)